Masa pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia pada saat ini tidak menghentikan proses penegakan hukum. Bahkan salah satu organisasi bantuan hukum di Indonesia mengatakan banyak masyarakat yang meminta bantuan hukum terhadap persoalan hukum yang terjadi selama masa pandemi ini.

Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki jaminan konstitusional yang menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.

Dalam penerapan kepastian hukum yang adil tersebut, Indonesia juga telah melakukan ratifikasi  International Covenant on Civil and Political Rights melalui UU No 12 Tahun 2005. Sehingga hak atas Bantuan Hukum yang telah diterima secara universal dan dijamin dalam ICCPR itu juga menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia.

Untuk menjamin penerapan hukum yang adil, advokat juga memiliki peran penting. Salah satunya adalah dengan memberikan jasa hukum secara pro bono.  Kewajiban ini diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,  dimana diatur jika seorang Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Untuk melaksanakan kewajiban Advokat tersebut pemerintah mengeluarkan PP No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Berdasarkan ketentuan tersebut, bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Pada UU tersebut tertulis bahwa seorang Advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma, dan dilarang menerima atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari Pencari Keadilan. Apabila Advokat yang melanggar ketentuan tersebut maka dapat dijatuhi sanksi oleh Organisasi Advokat. Sanksi sebagaimana dimaksud dapat berupa:

  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) bulan berturut-turut; atau
  4. pemberhentian tetap dari profesinya.

Penyelenggaraan pemberian pro bono yang diberikan kepada penerima bantuan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan hak-hak konstitusi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Dalam perspektif global, pro bono secara signifikan telah memberikan kontribusi nyata terhadap pemenuhan akses terhadap keadilan. Di banyak negara, kantor-kantor hukum berlomba-lomba melakukan pro bono sebagai bentuk integritas dan menjadi strategi pemasaran dan publisitas.