Sebagai masyarakat Indonesia yang baik pasti kita mengenal dan menerapkan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan kita, mengingat bahwa Pancasila sendiri adalah dasar negara Indonesia dan juga ideologi nasional negara kita. Salah satunya adalah sila ke empat yang mengamanatkan musyawarah untuk mufakat yang didasari oleh hikmat dan kebijaksanaan, maka sudah tidak asing lagi jika bangsa Indonesia mengutamakan gotong royong, guyub, dan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan permasalahan.

Hal tersebut kemudian diimplementasikan juga pada alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia yang dikenal sebagai mediasi, yakni penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Akan tetapi, hingga saat ini penyelesaian sengketa melalui pengadilan masih lebih mayoritas diselesaikan melalui putusan hakim bukan dari mediasi. Dari sini terlihat bahwa implementasinya masih belum maksimal, baik dari segi kelembagaan maupun kapasitas pelaksanaannya.

Padahal, kebijakan mediasi ini sendiri sudah banyak diatur dalam kebijakan hukum positif yang bisa diberlakukan dalam penyelesaian sengketa. Minimnya informasi terkait penyelesaian sengketa melalui mediasi menjadi salah satu faktor para pihak tidak memilih mediasi sebagai cara penyelesaiannya, berikut beberapa karakteristik yang dapat diketahui terlebih dahulu sebelum menyelesaikan sengketa:

Karateristik Pengadilan Mediasi
Sifat Tidak sukarela, karena hakim yang memiliki kewenangan selama proses berlangsung Sukarela, karena kesepakatan para pihaklah yang akan menentukan proses dan hasil
Pihak Pemutus Hakim Para pihak
Kekuatan Mengikat dan memiliki kekuatan memaksa (eksekutorial), tapi dimungkinkan upaya hukum lanjutan (banding, kasasi) Mengikat apabila terjadi kesepakatan sebagai kontrak/perjanjian dan tertutup upaya banding (final)
Pihak ketiga Adalah hakim yang ditetapkan oleh ketua Pengadilan dan umumnya tidak memiliki keahlian pada objek persengketaan adalah mediator/pihak netral yang dipilih secara sukarela oleh para pihak dan biasanya memiliki keahlian pada objek persengketaan
Aturan Pembuktian Mengacu pada hukum acara yang sudah ada (formal) Tidak ada khusus, tergantung prosedur yang disepakati para pihak
Proses Masing-masing pihak menyampaikan bukti hukum Tawar-menawar melalui perundingan (negosiasi/dialog/musyawarah mufakat)
Hasil Berupa putusan hakim yang menyatakan satu pihak menang (benar) dan pihak lain kalah (salah). Pihak yang kalah masih dimungkinkan mengajukan upaya hukum lanjutan seperti banding, kasasi hingga Peninjauan kembali Berupa kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian atau kontrak yang dapat diperkuat menjadi akte autentik sampai pada ketetapan pengadilan
Pelaksanaan Harus terbuka untuk umum, jika tidak maka putusan hakim batal demi hukum. Tertutup untuk umum, kecuali ada pihak-pihak yang disetujui para pihak untuk hadir

 

Jika mediasi yang dijadikan cara penyelesaian sengketa, maka yang perlu diketahui terlebih dahulu yaitu pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi ini harus atas dasar kesepakatan para pihak yang bersengketa, mediasi tidak diperkenankan terjadi dengan didasari pemaksaan oleh salah satu atau beberapa pihak saja.

Selain itu dikarenakan mediasi hanya bisa dimulai dan diakhiri dengan kesepakatan para pihak, maka tidak ada faktor lain yang dapat menghentikannya kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. Meski terjadi bencana alam atau bencana sosial pun tidak dapat dijadikan alasan oleh satu atau beberapa pihak untuk menghentikan proses mediasi secara sepihak. Intinya harus ada kesepakatan kedua belah pihak untuk dapat menghentikan proses mediasi.